Kiprah Griya Madukara Memajukan Teknik Eco-Printing di Bahan Kulit

Kiprah Griya Madukara Memajukan Teknik Eco-Printing di Bahan Kulit

Menyambut hari Kartini yang kita peringati pada tanggal 21 April setiap tahunnya, Fashion Notes menghadirkan obrolan khusus dengan pelaku industri kreatif juga pengrajin eco-printing dari Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Griya Madukara adalah UMKM diprakarsai oleh Meilina yang akrab dipanggil Lina, seorang perempuan pengrajin batik mempunyai kekhawatiran akan penggunaan pewarnaan sintetis dan limbah dari sisa – sisa proses pembuatan produk fashion maupun kerajinan tangan. Bertujuan ingin mempraktekkan konsep keberlanjutan Lina beralih dengan mengangkat eco-printing juga pewarnaan alam untuk hasil karya di produk – produknya. Beliau menuturkan awalnya membatik tapi batik kebanyakan menggunakan pewarnaan sintetis supaya hasilnya terang. Namun setelah memahami pewarnaan sintetis tidak ramah lingkungan juga tidak baik untuk kesehatan kulit, Lina mulai beralih ke pewarnaan alam yang dimana hasilnya cenderung puyeh atau pucat. Hal ini tidak memadani dengan kondisi pasar khususnya di Jawa Timur lebih mengutamakan pewarnaan batik yang terang dengan demikian pewarnaan alam tidak begitu diminati karena juga cukup mahal.
Setelah mencoba membatik dengan pewarnaan alam akhirnya Lina berkenalan dengan teknik eco-printing kemudian tidak sampai satu tahun beliau melihat adanya teknik ini menggunakan bahan kulit dari akun Instagram orang – orang di luar negeri. Dari ketertarikan hal ini Lina mulai mengkhususkan dirinya belajar di Jakarta untuk mendalami proses teknik eco-printing pada bahan kulit dan pengaplikasiannya menjadi produk tas dan sepatu. Kegigihannya berbuah baik setelah melakukan berbagai latihan, percobaan demi percobaan sehingga mendapatkan hasil memuaskan untuk diproses menjadi eco-printing kulit yang layak jual. Saat itu Lina menyakini belum banyak yang mengadaptasi teknik eco-printing di kulit maka beliau mencoba untuk mengembangkannya di Malang.
Mendapatkan banyak respon positif hingga sekarang membuat Griya Madukara semakin produktif, walaupun demikian pemesanan kain juga masih tetap berjalan. Namun Lina mengakui untuk konsumen di Indonesia cenderung lebih menyukai warna, motif eco-printing yang jelas dan terang, sedangkan hasil berwarna lembut sempat dibeli oleh temannya untuk dipasarkan di luar negeri. Lina menambahkan memang beda tempat pasti beda selera, malahan hasil kulit yang tidak terang cukup laku terjual di luar Pulau Jawa.
Dari awal Griya Madukara mengangkat pembuatan motif eco-printing di kulit memang belum banyak yang mengadaptasi tapi sekarang sudah mulai beberapa orang belajar. Akan tetapi Lina membuat perbedaan dengan selalu menata bunga dan daun sebaik mungkin agar dapat terlihat berestetika. Selain itu juga pemilihan pengrajin sepatu dan tas dengan kualitas terbaik agar dapat tahan lama dan nyaman dipakai, misalnya pengrajin sepatu yang mampu memberikan garansi lem untuk satu tahun. Kualitas sol sepatu dan lem dipilihkan yang terbaik agar pemakaian intensif dapat tahan lama lebih dari setahun. Keunggulan produk Griya Madukara mampu ditunjukkan dari hasil pengerjaannya rapi yaitu jahitan maupun pengeleman, menggunakan bahan tahan lama merupakan hal – hal yang ditawarkan ke konsumen. Untuk mendukung konsep keberlanjutan juga salah satunya agar konsumen tidak bolak balik beli atau rusak lalu beli lagi. Lina menambahkan limbah kulit (sisa kulit kecil-kecil) tidak dibuang melainkan dibuat menjadi gantungan kunci, ID card holder atau sarung tangan kulit menggunakan teknik patchwork. Menggunakan sisa – sisa kulit kecil – kecil dikomposisikan menjadi patchwork untuk detil hiasan di jaket misalnya seperti kantong. Walaupun demikian motif campur – campur bisa menjadi kurang harmonis, namun tergantung dari kreatifitas kita mencampur, mengkombinasikan sisa – sisa motif tersebut menjadi karya unik misalnya patchwork di bagian belakang jaket.
Untuk teman She yang ingin tahu proses dan tips teknik eco-printing di bahan kulit Lina juga berbagi khusus di edisi ini. Lina menjelaskan bahwa teknik eco-printing sebenarnya bisa diaplikasikan ke berbagai media seperti kertas, kain, kulit dan keramik, tapi di Griya Madukara lebih banyak fokus ke bahan kulit untuk beberapa produk kami seperti tas, sepatu dan jaket. Untuk jaket dan topi menggunakan kulit domba sedangkan tas dan sepatu dengan kulit kambing atau sapi. Proses teknik eco-printing pun ada yang berbeda dengan kain walaupun tetap menggunakan bahan alam, pewarna alam seperti tinggi, secang, tegeran, manjakani, pencetakan motif seluruhnya dengan daun dan bunga asli. Semua media perbedaannya hanya di proses mengeluarkan warna dan motif dari daun dan bunga tersebut.
Proses awal untuk eco-printing di bahan kulit dibedakan di bagian mordant dan scouring. Scouring kulit harus dicuci bersih dengan tangan jika kain bisa di mesin cuci. Pencucian tidak menggunakan detergent dan pemutih karena bisa merusak kulit selain dilakukan secara manual. Untuk mordant kain sangat banyak macamnya sedangkan untuk kulit hanya menggunakan tawas yang direndam semalaman. Penataan daun dan bunga di kulit sama seperti di kain memerlukan kreatifitas kita dengan setiap lembar dihasilkan pasti tidak akan sama.

Saran Lina menjaga suhu paling penting, apinya harus kecil sekali selama dua jam, air tidak boleh sampai mendidih, jika kita memegang panci dandang harus dalam posisi aman. Dengan menjaga suhu maka hasil kukusan tidak akan kepanasan karena jika terlalu panas hal ini dapat membuat kulit menjadi keras dan mengkerut. Bila mengunakan kompor rumah bisa menggunakan api diatas suhu lilin sedikit, dengan demikian inilah alasan mengapa eco-printing di kulit menjadi lebih mahal dibandingkan di kain karena prosesnya yang lama dan memerlukan ketelatenan (handle with care). Jika kukusan sudah dalam posisi dua jam, api dimatikan dan cobalah memegang bahan kulit tersebut yang harus dalam kondisi tidak panas sekali. Setelah itu dibiarkan berada di panci dandang baru besoknya diangkat dan dibuka. Hal ini penting untuk menurunkan suhu dan membiarkan kulitnya berproses setelah dikukus. Keesokan harinya kukusan dapat dibuka dan untuk bahan kulit tidak ada penambahan proses mordant dan fiksasi apapun. Hanya setelah selesai dibuat menjadi produk tas atau sepatu, kulit perlu diberikan coating yaitu diberi lapisan agar melindungi kulit dan motif eco-printing dari gesekan. Menggunakan zato final leather coating untuk kulit agar lebih tahan air jika terkena air tidak langsung merembes. Tips dari Lina untuk para konsumennya merawat tas atau sepatu kulit Griya Madukara sama seperti tas mahal lainnya yaitu tidak boleh dalam keadaaan lembab, sering diangin – anginkan karena rentan jamur, dapat diseka dengan kain semi basah atau mink oil untuk membersihkan.

Tentang Janet Teowarang:
Janet Teowarang merupakan founder dan creative director brand fashion miliknya yaitu Allegra Jane, selain itu Janet juga menjadi dosen di Universitas Ciputra Surabaya. Janet meraih Australia Awards dari Pemerintah Australia di sektor Fashion dan Textile. Karyanya juga telah dipresentasikan di Indonesia Fashion Week, Mercedes Benz Asia Fashion Award dan mengikuti kompetisi Mango Fashion Award di Spanyol.
Referensi Photo: Dokumentasi Pribadi Griya Madukara

Leave a Reply